The Power of Thanks



Assalamu'alaikum sobs, setelah beberapa bulan tidak menulis karena ada berbagai huru hara akhir zaman (zaman menjadi mahasiswa wkwk) karena sedikit lagi insya Allah saya lulus, doakan yah haha
Berkaitan dengan penuhnya huru-hara tersebut, saya yakin mungkin hampir seluruh mahasiswa yang sedang diujung tanduk masa perkuliahannya akan merasakan tekanan cukup besar. Tekanan yang timbul akan target-target, pencapaian, ketakutan dan harapan.

Tekanan, suatu definisi yang menekan ntah batin atau mental saya yakin ada makna lain dibalik tekanan yang membuat banyak orang bisa stress dan depresi. Mungkin tekanan yang saya alami tidak seberat tekanan yang kalian alami, atau mungkin sebaliknya, namun saya sempat berfikir bahwa mungkin saya salah dalam mendefinisikan tekanan. Semakin saya salah memaknai, semakin saya tertekan.

Jikalau kita pahami, apa itu tekanan? apa yang ditekan? apakah mental anda? batin anda? atau jangan-jangan yang ditekan seharusnya adalah harapan anda, ekspektasi anda, keinginan anda.

Izinkan saya bertanya kepada anda, pertanyaan yang bertingkat dan mungkin bisa membantu anda. Saya yakin anda pernah mendapatkan pertanyaan ini namun saya pikir tidak masalah untuk mengulanginya kembali hanya untuk menjelaskan tekanan tersebut. jawablah pertanyaan berikut:
1. Apakah anda pernah tertekan?
2. Apakah anda sudah mencari tahu definisi tekan atau tertekan?
3. Apakah anda sudah mencari tahu sumber tekanannya?
4. Apakah anda yakin tidak ada bias? apakah sudah menemukan sumber hingga ke akar?
5. Apakah anda sudah bersyukur?
6. Apakah anda tahu bagaimana cara bersyukur? apakah berhasil?
7. Apakah anda tahu indikator keberhasilan bersyukur?
8. Apakah anda yakin anda sudah berhasil?

Beberapa teman saya merasa tertekan karena mereka berfikir "udah umur segini tapi kok masih gini gini aja". Beberapa terjebak dalam harapan dan keinginan untuk menjadi sukses, kaya, terkenal dll.

Seringkali kita temui kalimat familiar "semua punya timeline nya masing-masing". Awalnya saya pikir kalimat ini ada benarnya, sempat membuat saya tenang namun jika ditelaah lagi ini hanyalah sebuah pembenaran atas kemalasan saya.

Beberapa teman berambisi untuk menjadi pebisnis, memiliki nama, ketenaran, dan diakui banyak orang. Yah semua itu kembali lagi, saya pikir ini penyakit. 

Penyakit ingin menjadi kaya, ingin menjadi terkenal, ingin diakui.

Saya pun pernah menderita penyakit seperti ini, Mengejar target-target, harapan-harapan yang jauh bahkan bisa membuat saya gila.

Di akhir tahun lalu saya berfikir keras tentang menjadi seorang pebisnis di bidang engineer, saya dengan sangat percaya diri memiliki skill-skill yang dibutuhkan dan dengan ambisi serta obsesi ingin menjadi "seseorang". Yang dikenal di negeri ini. Saya tidak pulang ke kos, saya tidak tidur di kos berbulan-bulan. Saya bekerja di lab pagi-siang-malam, untuk merumuskan hal-hal terkait bisnis saya. Saya belajar bagaimana cara membangun sebuah bisnis, saya belajar hal-hal engineering, teknis dan sebagainya. Merancang produk saya sendiri, survey dan semacamnya. Saya sempat menyampaikan hal ini pada orang tua saya, bahwa saya ingin membangun sebuah bisnis dan izin untuk tidak bekerja selama 2 tahun dan tinggal di Semarang. Berat memang tapi saya pikir itu adalah komitmen saya, untuk terus maju.

Hingga sampailah disatu titik, dimana saya tak tahan jika harus menjalankannya seorang diri dengan beban kuliah dan tanggung jawab saya yang lainnya (yang tidak dapat saya sebutkan).

"Apa yang saya lakukan? Mengapa saya harus mengejar ini semua? Apakah benar ini yang saya inginkan?"

Perenungan yang cukup lama, memberikan saya waktu untuk berfikir jernih. Dengan dalih "ingin memajukan Indonesia" saya secara tak sadar menyelipkan ambisi kotor saya, ingin menjadi kaya, terkenal, diakui. Ya, saya akui itu salah, saya tidak murni mengabdi. Ujung-ujungnya hanyalah egoisme yang tak pernah habis.

Setelah saya merenung, saya mendapat jawaban, sumber segala ambisi kotor saya yaitu akibat kekhawatiran.

Khawatir akan kepastian dari seseorang. Apakah dia bisa menerima saya jika saya seperti lelaki pada umumnya? Apakah dia bisa menerima saya jika saya dengan kondisi saya? Apakah dia bisa menerima saya jika penghasilan saya rata-rata? Apakah dia bisa menerima saya jika saya bukan siapa-siapa?

Saya tertegun, ini bukan keinginan saya, ini keinginan egoisme saya, obsesi saya. Ini bukan hati saya. Ini bukan SAYA.

Saya menyadari sumber tekanan saya, solusi palsu yang selama ini saya kejar (kaya dan tenar) adalah penyakit yang menggerogoti hati dan kebahagiaan saya. 

Saya pikir solusi yang tepat dari sebuah kekhawatiran adalah kepercayaan, percaya bahwa semua yang telah atau akan terjadi adalah yang terbaik. Saya yakin kalian tahu ini.

======================================================================
Inti dari permasalahan tersebut yaitu saya seharusnya menekan harapan dan keinginan saya, karena 2 hal tersebut melampaui volume atau kuota berharap dalam diri kita. 

Ibarat sebuah adonan kue dalam suatu wadah tertutup, ketika proses baking adonan tersebut mengembang terlalu besar menyebabkan dinding wadah tersebut tertekan. Seperti itulah harapan.

Singkat cerita, saya mendapatkan sebuah metode dari buku The Magic karya Rhonda Byrne tentang bersyukur.

Mungkin kalian sudah tahu tentang hal ini, karena saya baru saja mengetahui bagaimana cara bersyukur dan saya yakin ada banyak cara untuk bersyukur.

Saya bukan ahli agama namun tidak ada salahnya jika saya berbagi kebaikan, saya yakin ini bukan keburukan.

Kalian tahu bahwa bersyukur yaitu dengan mengucap tahmid, Alhamdulillah.

Dengan anjuran membaca tahmid 33x setelah Shalat, cobalah tiap tahmid untuk satu hal yang bisa anda syukuri.

Contoh:
Alhamdulillah, saya masih hidup
Alhamdulillah, orang tua saya sehat (teringat palestine)
Alhamdulillah, saya masih bisa makan (teringat suriah)
Alhamdulillah, saya masih bisa minum (teringat pakistan)
Alhamdulillah, saya hidup di negara yang tidak berperang.
Alhamdulillah, saya hidup tanpa ada rudal
Alhamdulillah, saya masih tidur dikasur empuk
Alhamdulillah, anggota tubuh saya lengkap (ingat disabilitas)
Alhamdulillah, saya bisa kuliah
Alhamdulillah, saya punya laptop
Alhamdulillah, saya punya hp
Alhamdulillah, saya punya teman, kakak dan saudara
Alhamdulillah, keluarga saya harmonis
Alhamdulillah, saya punya motor
Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillah, 

Saya bukanlah orang baik. Sekian~

Komentar