DISCLAIMER: [Tulisan ini menurut pendapat saya pribadi, yang terdapat banyak kesalahan didalamnya, jangan percaya tulisan saya]
Assalamu’alaikum xD
Ditengah derasnya hujan yang mengguyur beberapa kota di
Indonesia dengan intensitas yang cukup tinggi, semoga api semangat kita tidak
ikut terguyur oleh hujan yah! xD
Diawal bagian ini, saya ingin mengatakan bahwa anda memiliki
pikiran dan hati yang hebat.
Karena membaca tulisan yang sangat abstrak ini tentu
membutuhkan kesabaran dan ketelitian.
Jika anda tidak sabar, maka semua tulisan ini akan terasa
membosankan bahkan tidak berarti bagi anda. Dikarenakan kekurangan ilmu yang
saya miliki sehingga saya merasa tulisan ini sangat abstrak. Saya harap anda memaafkan
saya :).
OKEH, jika pada part sebelumnya kita sudah mengetahui konsep hati adalah muara
cinta. Maka timbul lah pertanyaan,
Apakah hati memiliki volume? Apakah air cinta tersebut bisa
banjir?
Jika anda memahami konsep dialektika, maka benci merupakan
bagian dari cinta. Sebagaimana jika diumpamakan dengan sebuah botol yang berisi
air setengah volume botol tersebut. Pertanyaan saya yaitu, botol itu disebut
setengah isi? Atau botol setengah kosong?
Jika anda memahami pertanyaan tersebut dan paham dengan
konsep dialektika. Maka tidak ada masalah disebut dengan setengah isi atau setengah
kosong. Toh pada intinya yang saya ingin sampaikan bahwa ‘isi’ dan ‘kosong’
saling berlawanan bagaikan ‘cinta’ dan ‘benci’.
Jika anda memahami maksud saya, maka volume dalam muara
cinta juga dapat didefinisikan sekian persen cinta dan sekian persen tidak
cinta. Seperti perumpamaan isi dan kosong dalam sebuah botol, 50% isi dan 50%
tidak isi.
Dengan mengetahui konsep dialektika pada hati, maka kita
tahu bahwa benci dan cinta saling bermuara pada hati dan keduanya saling
berhubungan. Semakin tinggi kadar cinta semakin rendah kadar benci, pun dengan
sebaliknya.
Jika anda bingung, analogikan dengan botol setengah isi dan kosong.
Semakin besar volume isi, semakin kecil volume kosong. Intinya benci dan cinta
saling berhubungan.
Selanjutnya, jika kita ingin menuangkan air dari botol yang
berarti mengurangi volume isi dan menambah volume kosong. Bagaimana dengan hati
kita?
Apakah dengan menuangkan cinta keluar, akan mengurangi kadar
cinta dan meningkatkan kadar kebencian kita? Jika pertanyaan ini timbul dalam
benak anda, saya rasa anda terbalik dalam analogi.
Jika botol sejatinya diciptakan kosong. Maka seharusnya
kosong tersebut merupakan kesejatian sang botol sedangkan isi merupakan materi
eksternal, yang mempengaruhi kesejatian internal botol yaitu kekosongan.
Jika hati sejatinya diciptakan suci dan penuh cinta. Maka cinta
merupakan kesejatian hati, sedangkan benci merupakan materi eksternal yang
mempengaruhi kesejatian hati yaitu suci dan cinta.
Maka kita menganalogikan ‘kosong’ pada botol sebagai ‘cinta’
dan ‘isi’ pada botol sebagai ‘benci’.
Selanjutnya jika kita menuang botol. Sebenarnya kita menuang
kekosongan atau kita menuang isi botol tersebut?
Hal tersebut tentunya harus dibahas kembali, jika pada umumnya
menuang isi botol haruslah memilih wadah isi yang selanjutnya, baik itu gelas,
mangkuk, cangkir atau bahkan perut kita.
Bagaimana dengan menuang kekosongan botol?
Saya yakin siapapun orangnya, mereka tidak pernah khawatir
membiarkan botol terbuka dalam kondisi kosong. Jika kita telaah, hal tersebut
bermakna menuangkan kekosongan botol.
Kenapa mereka tidak khawatir?
Karena menuangkan kekosongan
botol tidak memberikan kerugian apapun bagi mereka dan sekitarnya.
Kebalikan dengan menuang isi botol yang harus pada
tempatnya. Jika kita membuka tutup botol yang terisi penuh tentu kita khawatir
botol tersebut tumpah dan tertuang tidak pada wadahnya, misal di lantai, baju
atau celana. Bagaimana jika isi botol tersebut adalah sambal? Kecap? Tinta? Kita
tentu semakin berhati-hati agar tak tumpah.
Begitu pula dengan cinta dan kebencian, Jika anda dapat
memahami kalimat tersebut maka saya katakan bahwa anda cerdas, Karena saya hanya
mampu menjelaskan melalui analogi tersebut, saya harap anda bisa menerjemahkannya!
Setelah mencapai tahapan ini, barulah kita sampai pada
pemahaman dari pertanyaan tadi.
Apakah dengan menuangkan cinta keluar, akan mengurangi kadar
cinta dan meningkatkan kadar kebencian kita?
Tentunya semakin banyak kita mengeluarkan cinta maka semakin
banyak pula kadar cinta di hati.
Pun dengan kebencian, letakkanlah kebencian pada tempat yang
tepat. Misal, benci pada perbuatan jahat, benci pada kemunafikan, benci pada
ketidak-adilan, dll.
Dengan memahami konsep dialektika hati, bukankah kita
semakin mengenal hati kita?
Dan dengan mengenal hati kita, bukankah kita semakin
mengenal diri kita?
Dan seperti kata orang arif “Siapa mengenal dirinya, maka ia
akan mengenal Tuhannya”,
Yang kurang lebih kalimatnya seperti itu, silahkan anda cari
sendiri kebenaran kalimat tersebut, namun bagi saya selama hal tersebut membawa
saya pada kebaikan maka apakah ada yang salah dengan mengenal diri sendiri?
Jika anda menemukan sesuatu yang salah atau ada yang bertentangan
dengan agama mengenai mengenal diri sendiri, saya mohon tolong beritahu saya…
Karena saya belum mendapatinya.. Saya sungguh-sungguh.
Yap mari kita tuangkan cinta kita sebanyak-banyaknya! Jangan
lupa sebarkan kebaikan dan cinta anda! xD
anjay
BalasHapus